Karya kemanusiaan – Ketua Koordinator Caritas Titen Lembata bersama beberapa anggota pengurus Caritas Titen Lembata berpose di depan Kantor Penghubung Provinsi NTT di Tebet Jakarta/Foto: Alexander Atawolo

LELAH selepas menghabiskan beberapa hari  untuk menerima serta mengirim paket bantuan bagi warga terdampak korban badai siklon seroja di Nusa Tenggara Timur, lima lelaki asal Lembata ini kembali bertemu. Seperti biasa, acara obrol santai mereka berlangsung di Dunkin Donat Menteng, Jakarta Pusat.

Waktu itu Jumat 16 Mei 2021. Setelah keluar dari tempat kerja masing-masing FX Bernard eL. Krova, Marselus Gabriel  Korohama, Alexander Dominggo Atawolo, Fransiskus Xaverius Namang, dan John Laba kembali bertemu. Tak ada agenda pembicaraan penting lainnya selain obrol santai seputar pelaksanaan distribusi paket bantuan yang dikoordinasi oleh Caritas Titen Lembata.

Di tengah obrolan itu tiba-tiba muncul usulan dari Ketua I Caritas Titen Lembata, Fransiskus Namang mengenai perlu memiliki sebuah media pemberitaan. Staf ahli bidang ekonomi dari Fraksi GOLKAR di DPR RI ini punya alasan tersendiri.

“Kita butuh satu media online, ke depan ada begitu banyak peristiwa yang dapat kita bagikan, kita beritakan, dan itu bagusnya kalau kita juga punya media online”, kata Frans.

Ide itu segera ditanggapi oleh pimpinan rapat tim CTL, FX Bernard eL. Krova. Bernard yang saat itu didapuk sebagai Ketua Pelaksana Penggalangan bantuan melalui CTL, sepakat. Tetapi ia memberi catatan khusus. Lelaki asal desa wisata ikonik di Lembata, Lamalera, itu punya harapan agar nantinya media online itu memiliki cakupan pemberitaan secara luas. Bukan hanya berita berskala lokal, tetapi juga berita berskala nasional bahkan internasional. Lebih dari itu, ia mengimpikan nantinya media tersebut bisa memberi inspirasi bagi para pembaca.

“Kita harapkan media yang ada nanti dapat menjadi sumber inspirasi bagi para pembaca, memberi warna baru, mencerahkan, dan mencerdaskan pembaca”, ujar pria yang akrab disapa dengan eL Krova.

Kata sepakat dicapai. Tim ini membutuhkan sebuah media baru. Tapi soal baru muncul. Nama media perlu dipikirkan bersama dalam waktu singkat. Waktu itu ada beberapa usulan nama untuk media seperti merahputih.com, merahputihoke.com, merahputih.info, merahputih.id, merahputih.net dan satumerahputih.com.

Mengapa satumerahputih.com?

Dari beberapa nama itu, tim akhirnya sepakat dan memutuskan satumerahputih.com sebagai nama media. Pemilihan nama seperti ini jelas bukan tanpa alasan. Merah putih itu lekat dengan warna bendera Indonesia. Namun dibalik nama itu ada makna filosofisnya.

Presiden pertama Indonesia Soekarno pernah mengatakan bahwa warna merah putih itu telah dikenal rakyat Nusantara sejak ribuan tahun lalu.  “Warna-warna itu tidak begitu saja diputuskan untuk sebuah Revolusi. Warna-warna itu berasal dari awal penciptaan manusia. Darah seorang wanita berwarna merah. Sperma seorang laki-laki putih. Matahari berwarna merah. Bulan berwarna putih,” kata Soekarno seperti ditulis Cindy Adams dalam biografi Soekarno, Penyambung Lidah Rakyat.

“Merah adalah lambang keberanian, Putih adalah lambang kesucian. Bendera kami sudah ada sejak 6.000 tahun lalu,” lanjut Soekarno.

Konteks kebangsaan seperti itulah yang hendak dihidupkan, digemakan, digaungkan kembali. 75 tahun sesudah Indonesia merdeka, merah putih tetap berkibar gagah. Mengawal, memberi identitas jelas, tegas dan nyata bahwa Indonesia tetap satu kemarin, hari ini dan masa mendatang. Satu Merah Putih. Itulah Indonesia.

Dengan nama itu pula, ingatan kita dibawa kembali pada sosok seorang wanita yang tak lain adalah isteri Soekarno, Fatmawati. Wanita ini punya andil besar. Dia yang menjahit bendera merah putih. Namun proses yang dilewati Fatmawati ketika hendak menjahit bendera itu agak dramatis.

Pada 16 Agustus 1945, istri Soekarno, Fatmawati, sudah menyiapkan kain yang bagus untuk bendera merah putih. Namun, kain tersebut sangat kecil dengan panjang hanya 50 sentimeter. Karena waktu yang mempet, Fatmawati memutuskan untuk mencari kain di lemari. Tak lama kemudian, akhirnya ia menemukan kain putih dari kain sprei. Sementara kain merah ia dapat dari seorang pemuda bernama Lukas Kastaryo yang dibeli dari penjual soto.

Tak bisa ditampik. Tenunan kisah seperti itu memberitahu sekaligus mengingatkan setiap orang bahwa sekecil apapun suatu kejadian, sekecil apapun pekerjaan seseorang selalu memiliki arti bagi orang di sekitarnya. Satumerahputih.com berupaya menghadirkan peristiwa sekecil apapun bermakna bagi pembaca, mengabadikan sosok-sosok inspiratif, meski terkadang dipandang remeh keberadaannya. ***

Penulis : John Laba Wujon