Para guru bersama siswa-siswi SDN 051 Tarakan, Kalimantan Utara/Foto: Facebook SDN 051 Tarakan

SATUMERAHPUTIH.COM, JAKARTA – Perlakukan diskriminatif di lingkungan Sekolah kembali terjadi. Kali ini peristiwanya terjadi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 051 kota Tarakan, Kalimantan Utara. Tiga orang siswa di SDN tersebut dinyatakan tidak naik kelas hanya karena mereka menganut agama Saksi Yehova. Mirisnya, ketiga siswa yang ternyata kakak-beradik itu tidak naik kelas selama tiga tahun berturut-turut.

Sumber suara.com menyebutkan ketiga kakak beradik itu masing-masing berinisial M (14 tahun) dan saat ini duduk di bangku kelas 5 SD; Y (13 tahun) siswa kelas 4 SD, dan YT (11) tahun masih sebagai siswa kelas 2 SD. Mereka tidak naik kelas pada tahun ajaran 2018/2019; tahun ajaran 2019/2020; dan tahun ajaran 2020/2021.

Akibat dari perlakukan diskriminatif tersebut ketiga anak itu mentalnya terpukul, semangat belajar mereka menurun. Mereka malu ketika berhadapan dengan teman-teman kelasnya. Bahkan mereka tidak mau lagi melanjutkan sekolah jika pihak sekolah menahan mereka di kelas yang sama untuk keempat kalinya.

Meskipun orang tua dari anak-anak korban diskriminasi itu telah menggugat pihak sekolah ke Pengadilan Tata Usahan Negara Samarinda dan selalu menang, hal itu tak membuat pihak sekolah bergeming. Pihak sekolah bahkan tetap menahan ketiga anak mereka.

Selain ke PTUN Samarinda, orang tua korban juga telah membuat pengaduan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

“Orang tua korban membuat pengaduan ke KPAI dan atas pengaduan tersebut, KPAI segera melakukan koordinasi dengan Itjen Kemendikbud Ristek untuk pemantuan bersama ke Tarakan, ” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti, sebagaimana diberitakan suara.com, Senin (22/11/2021).

KETEGASAN MENTERI NADIEM

Terulangnya perlakuan diskriminatif terhadap siswa di lingkungan sekolah seperti di SDN 051 itu memberi pesan bahwa kesadaran akan kesetaraan dari pihak-pihak yang terlibat dalam mendidik siswa di sekolah belum sepenuhnya terbangun. Publik masih ingat bagaimana perlakuan diskriminatif pihak sekolah terhadap seorang siswi non-muslim di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat. Siswi ini diwajibkan mengenakan jilbab. 

Yang membuat publik tak habis berpikir bahwa perilaku diskriminatif tersebut justeru dipertontonkan oleh guru dan kepala sekolah. Guru sebagai pengajar dan pendidik malah menjadi pihak paling utama berlaku tidak adil terhadap siswa-siswinya.

Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim telah berulangkali mengatakan bahwa pemerintah tidak akan menoleransi guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi. Termasuk pemberian sanksi tegas atas pelanggaran disiplin bagi pihak yang terbukti terlibat. 

Namun perlakuan diskriminatif yang dialami oleh kakak-beradik siswa SDN 051 Tarakan menjadi contoh bahwa ketegasan Mendikbudristek belum memberi efek jera pada pihak sekolah di manapun di seluruh Indonesia.