Membaca karya-karya sastra Pramoedya Ananta Toer, imajinasi kita tidak bisa tidak terbawa pada spirit perlawanan terhadap penindasan.
Bisa dibilang – dan memang sudah seharusnya demikian – karya maestro sastra Indonesia Pramoedya Ananta Toer lekat dengan perjuangan pembebasan Indonesia.
Spirit pembebasan a la Pram itulah kembali digelorakan oleh Max Lane, penulis penterjemah tetralogi Pramoedya. Berbicara di hadapan sekitar dua ratusan penulis dan pencinta Pramoedya di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki Jakarta, Sabtu, 08 Februari 2025, Lane tampak begitu bersemangat mengenang dan mengulas sosok Pram dan karya-karyanya.
“Tetralogi Pram yang berpuncak pada ” Bumi Manusia” di samping “Anak Semua Bangsa” sejatinya merupakan manifestasi perjuangan untuk Indonesia dari belenggu”, kata Lane.
Hanya saja, perjuangan itu belum selesai. Belum apa-apa. Belenggu kolonialisme Belanda, Jepang, Feodalisme di era Soekarno, kediktatoran era Soeharto dan oligarki zaman sekarang terus dirasakan oleh rakyat kecil.
Sebagai seorang Indonesianis yang setia dan tekun mendalami sejarah Indonesia, termasuk sejarah karya-karya sastrawan besar, Lane ingin agar Sastra Indonesia, termasuk karya-karya Pram, dapat dijadikan sebagai mata pelajaran wajib di sekolah menengah atas.
Itu karena, menurutnya, hanya Indonesialah satu-satunya negara di dunia yang belum memasukan sastra sebagai mata pelajaran wajib di sekolah. Sementara negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Jerman, pelajaran sastra itu wajib diajarkan dan didiskusikan.
Bahkan beberapa negara berkembang di Asia Tenggara seperti Filipina, Brunei Darusalam, Singapura pun telah memasukan sastra ke dalam kurikulum pendidikan mereka.
Mengapa Pram
Hari ini kalau kita membaca di media-media sosial, kita akan menemukan begitu banyak quote penting dari Pramoedya Ananta Toer.
Beberapa di antaranya:
“Seorang terpelajar sudah seharusnya berbuat adil sejak dari pikiran”
Atau:
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”.
Lainnya:
“Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah mada ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri”.
Dan seterusnya. Banyak sekali. Termasuk quote Pram yang mencirikan keberpihakannya pada kaum perempuan. Semuanya bisa ditemukan dalam karya tetralogi Pram. ” Bumi Manusia” dan “Anak Semua Bangsa”.
Sayangnya spirit pembebasan dalam karya tetralogi Pram itu belum tuntas terwujud. Konsolidasi mencintai Indonesia belum selesai.
Bagi Lane, sastra sebagai kreasi mencinta Indonesia mesti dikembalikan pada tempatnya di sekolah-sekolah. Tanpa itu, langkah mencintai Indonesia seutuhnya sebagai sebuah proses bakal tertatih-tatih.
Selamat merayakan seabad usia Pramoedya 06 Februari 2025. Selamat membaca, selamat menulis dan selamat berjuang”.
Jakarta, 10 Februari 2025
John Laba
Komentar Terakhir