Oleh: Agus Widjajanto
Bahwa sebagaimana kita ketahui walaupun kewenangan dari MPR ( Majelis Permusyawaratan Rakyat ) telah direduksi/dipangkas kewenangannya saat terjadi Amandemen UUD 1945 hingga keempat kali, dimana MPR tidak lagi mempunyai kewenangan menetapkan GBHN dan memilih serta menetapkan Presiden dan Wakil Presiden, karena sistem ketatanegaraan kira telah dirubah dari sistem pemilihan secara perwakilan kepada sistem pemilihan langsung atas pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Namun lembaga MPR tetap membentuk panitia ad hoc pada sidang paripurna MPR periode 2025 hingga 2029, yang akan merealisasikan Amandemen Terbatas UUD 1945 .
Untuk itu penulis berharap Panitia ad hoc itu tidak lagi melakukan study banding ke luar negeri seperti ke Amerika Serikat sebagai bahan masukan dan wawasan serta wacana untuk digunakan dalam Amandemen. Mengapa ? Karena karakteristik dari Konstitusi tertulis yakni UUD 1945 sendiri yang telah dibuat dan dirancang oleh para pendiri bangsa (Founding Father) kita , merupakan sistem ketatanegaraan yang bertumpu pada local wisdom ( menggunakan kearifan lokal ), dimana hukum suatu negara tidak bisa diterapkan pada negara lain karena setiap bangsa mempunyai karakteristik masing masing sesuai adat istiadat, kebiasaan sebagaimana diatur dalam konvensi yang hidup dalam masyarakat , tanpa terkecuali Indonesia.
Kilas balik kebelakang, sejarah terbentuknya Negara ini tidak bisa dipisahkan dengan BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) dari rapat dan pandangan terbentuk Dasar Negara hingga dibentuknya PPKI dengan panitia kecilnya yang merumuskan UUD 1945, tidak bisa dipisahkan dengan pendapat Mr. Soepomo dimana mengetengahkan ide pemerintahan Desa dengan Rembuk Desa-nya yang lalu dicantumkan dalam sila ke empat dari Pancasila yang terkoneksi dengan Pasal 1 ayat 2 dari UUD 1945.
Inilah sebetulnya karakteristik ke-Indonesian dari pada Kontitusi tertulis kita, yang tidak sama dengan negara-negara demokrasi lain di dunia. Sayangnya, para ahli tata negara saat dilakukan Amandemen sebagai bagian dari Reformasi justru menghilangkan makna , kewenangan serta keberadaan dari MPR itu sendiri sebagai penjelmaan dari Kedaulatan rakyat, yang terwakili oleh semua komponen bangsa dari Sabang hingga Merauke .
Masalah paling krusial saat ini adalah menyangkut sistem perwakilan yakni representasi dari penjelmaan rakyat dimana suara rakyat adalah kekuasaan tertinggi dari sebuah negara (Vox Populi Vox Dei) bahwa suara rakyat adalah bagaikan suara Tuhan .
Seperti kita ketahui bersama pasca Amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan hingga ke empat kalinya, telah merubah sistem ketatanegaraan kita, dari sistem perwakilan kepada sistem liberal. Di mana dalam Amandemen tersebut telah direduksi (mengurangi kewenangan) secara signifikan, dimana penjelmaan dari rakyat, melalui sebuah lembaga yang bernama MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) tidak lagi diberikan kewenangan untuk menetapkan GBHN dan memilih Presiden serta Wakil Presiden. Bahwa kewenangan MPR versi Amandemen hanya mempunyai kewenangan :
- Mengubah dan menetapkan UUD
- Melantik Presiden dan Wakil Presiden .
- Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
Dengan demikian, MPR Hanyalah sebuah lembaga seperti hal nya macan ompong dalam kandang , dimana semua kita tahu untuk merubah UUD dan menetapkan UUD harus ada kemauan politik dari para elit politik tidak hanya didalam Eksekutif, dan legislatif akan tetapi juga ada dorongan dari para tokoh-tokoh nasional diluar kekuasaan, dan itupun harus melalui Amandemen, tiadanya kemauan politik dari para elit politik baik dalam lingkaran kekuasaan maupun dari legislatif dalam hal ini DPR dan DPD, maka sampai kapanpun sepanjang tidak ada Keputusan politik bersama antar tokoh bangsa dan Dari legislatif dan Eksekutif maka MPR tidak bisa bekerja walaupun punya inisiatif sekalipun untuk mengubah UUD.
Dilihat dari susunan MPR saat ini hasil amandemen tidak lagi merupakan “Penjelmaan Rakyat” karena hanya terdiri dari anggauta DPR dan anggauta DPD ( sebagai utusan daerah ) sementara utusan golongan (secara fungsional ) termasuk kelompok minoritas baik dalam suku, ras, maupun agama di Negeri ini, tidak lagi terwakili dan duduk sebagai anggauta MPR, contoh nya tokoh dari saudara saudara kita di Papua. Atau dari KWI, PGI, dari Walubi ,dari Hindu dharma, dan suara mereka sangat penting untuk menjaga Ke-Indonesiaan . Dengan demikian MPR tidak lagi mempresentasikan sebagai lembaga satu satu nya yang melaksanakan kedaulatan rakyat sebagai satu lembaga, tetapi saat ini dilaksanakan oleh DPR dan DPD, sedangkan presiden bukan dipilih oleh DPR dan DPD saat pemilu, akan tetapi dipilih oleh rakyat Indonesia secara langsung yang berpenduduk 270 juta jiwa. Dan bunyi pasal 1 ayat 2 dari UUD 1945, bukan lagi berbunyi “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR “sebagai penjelmaan seluruh rakyat dalam menyalurkan suara dan kehendak nya, dirubah menjadi” Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD “
Para pendiri bangsa sudah punya pemikiran kedepan jauh melampaui jaman , dimana saat Indonesia merdeka jumlah penduduk nya adalah berkisar 61 juta jiwa, apabila diterapkan pemilu langsung maka pertanggung jawabannya tidak mungkin meminta setiap orang dari 61 juta jiwa tersebut, maka mengadopsi sistem pemerintahan desa dalam sistem Rembuk Desa yang ada di Bali, di NTT, di Papua, di Jawa, yang dinamakan Majelis Permusyawaratan Perwakilan, dan ini dilomeksitaskan dengan dasar negara Pancasila yang tertulis dalam sila ke empat dari Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, yang mempunyai esensi adanya dua lembaga yakni DPR sebagai representatif political yang tugasnya mengontrol kekuasaan agar tidak otoriter tidak sewenang wenang yang kekuasaannya tidak terbatas,
lembaga MPR sebagai representatif dari fungsional yakni sebagai penuntun, memberi petunjuk , arah yang akan dituju (Kompas) kepada Eksekutif melalui GBHN, agar eksekutif bisa membuat repelita setiap lima tahunan untuk jangka pendek, dan menyusun untuk jangka menengah, serta jangka panjang bagi bangsa ini kemana arah rencana yang akan dicapai .
Lebih baik dilakukan kajian secara Akademis dengan melibatkan bukan saja ahli hukum tata negara, akan tetapi juga dari ahli sosiologi dan ahli sejarah, agar kajianya lengkap dan komprehensif dari berbagai sudut .
Kita juga harus belajar dari sejarah masa lalu, tidak harus berkiblat pada negara tertentu dalam membentuk sistem ketatanegaraan kita sendiri, dimana kita sebagai bangsa yang berdaulat mempunyai karakteristik sendiri, berdasarkan warisan luhur dari para pendiri bangsa dan dari nenek moyang kita dalam mengelola negara.
Bahwa kita sebagai bangsa pernah mengalami kejayaan pada masa abad ke 8 ( delapan ) saat kerajaan Besar Mataram Hindu, berkuasa, yang peninggalannya bisa kita lihat dan nikmati hingga saat ini berupa candi Borobudur dan candi Prambanan. Pada masa kejayaan tersebut bangsa ini sudah berlayar dan menjelajahi Madagaskar dan tanjung Harapan di Afrika, serta Tiongkok dan menguasai kerajaan kerajaan di Asia tenggara dengan kapal Jung Jawa sesuai tergambar dalam relief dari candi Borobudur. Sayang akibat dari bencana alam gunung Merapi meletus, akibat dari pada posisi pulau Jawa sebagai cincin gunung berapi, pada pemerintahan Raja Dyah Wawa yang memerintah kerajaan Mataram Hindu pada periode terahir dijawa tengah, sebelum hancur diterpa lahar gunung berapi , menantu dari Raja Dyah Wawa, yakni Mpu sendok sebagai penerus tahta memindahkan ibukota kerajaan ke Jawa Timur.
Dari Mpu Sendok inilah lahir dinasti Isyana dimulai dari Sri Isyana tungga Wijaya yang merupakan istri raja Bali Sri Lokapala , yang berlanjut pada Darmawangsa teguh, Mahendradatta istri Udayana Marwadewa hingga Raja Airlangga yang bergelar Airlangga Ananta wikramo tungga dewa.
Saat memerintah Mataram Hindu Mpu Sendok terkenal adil bijaksana ia selalu berusaha memakmurkan rakyat nya dengan membangun irigasi untuk pertanian , sebagai penganut Hindu yang kuat, Mpu sendok sangat menjaga toleransi terhadap pemeluk agama Budha Mahayana , sebagai wujud Ke Bhinekaan.
Dari alur sejarah inilah nantinya dalam kurun waktu 400 tahun akan melahirkan Raja Raja Singosari yang dilanjutkan pada masa kejayaan Majapahit saat Raha Hayam Wuruk pada abad ke 13 Masehi . Dan saat Kejayaan Majapahit lah Imperium nya telah bisa menyatukan Nusantara yang teritorial wilayahnya meliputi Brunai, Singapure saat ini, Semenanjung Malaya , Kambodia, Vietnam , Philippines , yang disatukan dalam negara federal sebagai wujud dari sumpah amukti palapa dari Maha Patih Gajah Mada.
Dari perjalanan sejarah diatas menunjukan Bangsa ini bukanlah bangsa yang muda yang sebelum nya tidak punya sejarah kebesaran , yang lalu dijajah kolonialisme Barat, setelah berakhirnya perang dunia kedua, lahirlah melalui perjuangan bersenjata ,dalam mencapai Indonesia merdeka yang lalu apapun yang menjadi produk Demokrasi Barat kita adopsi , mentah mentah saat merdeka. Faktanya justru para pendiri bangsa justru membentuk sistem demokrasi perwakilan berdasarkan nafas dan ruh ke Indonesian .
Secara filosofi MPR dibentuk sebagai penjelmaan Seluruh rakyat, yang dimaksutkan untuk mengakomodir menghimpun segenap komponen bangsa dalam satu wadah atau lembaga yang tujuan nya menetapkan hal hal mendasar dalam penyelenggaraan negara.
Untuk itu mau tidak mau memang harus dilakukan Amandemen terbatas dan mengembalikan kembali kewenangan yang saat Amandemen pertama hingga ke empat telah dicabut dikembalikan lagi, disamping pasal 1 ayat ( 2) yang perlu dikembalikan lagi adalah pasal 2 ayat ( 1) yang berbunyi ” MPR terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah utusan daerah, dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan oleh Undang Undang ” yang dimaksutkan agar supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam lembaga MPR agar betul-betul dianggap dan memenuhi sebagai penjelmaan seluruh rakyat.
Demikian juga pasal 3 UUD 1945, harus dikembalikan lagi sebagai lembaga sesuai pemegang kedaulatan rakyat untuk menetapkan GBHN. Dan termasuk pasal 6 ayat (1) dari UUD 1945, sebelum dilakukan amandemen , berbunyi “Presiden adalah orang Indonesia asli” ini juga harus dipahami , betul jikalau dihubungkan dengan pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan “segala Warga negara bersamaan kedudukan nya di dalam hukum dan pemerintahan” dimana ketentuan pasal tersebut mengandung prinsip equality before the law and government, meskipun setiap warga negara punya hak yang sama dipilih dan memilih presiden, namun tidak semua warga negara memenuhi persyaratan untuk dipilih menduduki jabatan presiden, bila bukan orang Indonesia asli. Jadi ada persyaratan khusus, hal itu merupakan bentuk karakteristik dari bangsa Indonesia yang sebelum nya mempunyai sejarah kelam dalam penjahan kolonialisasi, dimana masyarakat telah di kasta menjadi tiga golongan yakni golongan Eropa, golongan Timur asing yakni keturunan China dan Arab, serta golong an Pribumi yang disebut golongan inlanders. (Makalah Seminar Nasional” Mengembalikan Marwah MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, dari Prof Dr I Gde Pantja Astawa, Guru Besar Tata Negara UNPAD Bandung)
Ini yang perlu mendapat perhatian dari panitia ad hoc Perumusan dari MPR tahun bakti 2025 hingga tahun 2029.
Di era Reformasi yang dulu diharapkan merupakan momentum untuk perbaikan dari pemerintahan Orde Baru yang dianggap nepotisme justru setelah berjalan 25 tahun bukan nya lebih baik dari pada saat Orde Baru tapi yang terjadi korupsi secara masif dan degradasi moral bangsa semakin Rusak dimana hukum sudah dijadikan lahan bisnis oleh Aparat Penegak Hukum, bukan keadilan lagi yang dicapai akan tetapi ketidak adilan yang didapat, yang sangat merugikan rakyat, demikian juga kuat nya kekuasaan Partai Politik, bukan lagi mewakili kepentingan rakyat akan tetapi untuk kelompok nya mencapai kekuasaan , demikian juga sistem ekonomi dimana yang miskin akan tetap miskin yang kaya akan bertambah kaya , yang telah keluar dari cita cita para pendiri bangsa (Founding Fathers) itu yang harus diperangi, diberantas dengan keputusan tegas
Alangkah baiknya ada kemauan keputusan politik dari seluruh komponen bangsa untuk mengembalikan lagi kepada thre partai atau dua partai politik sesuai cita-cita Bung Karno sejak awal dimana dua partai politik yang diilhami dari Amerika Serikat yang berbasis agama dan yang berbasis nasionalis, yang akan melahirkan kelompok nasionalis yang religius dan kelompok religius yang nasionalis .
Bangsa ini membutuhkan Pemimpin yang berani bertindak serta bekerja, kita nantikan bersama kiprahmu wahai Presidenku, Presiden bagi seluruh rakyat Indonesia, baik mayoritas maupun minoritas, menyangkut suku, ras, agama dan politik hanya dengan belajar dari sejarah masa lalu, dan introspeksi diri terhadap kesalahan saat reformasi, bisa membawa bangsa ini menuju kejayaan sesuai siklus 400 tahunan kejayaan sebuah bangsa dalam perhitungan Tjokro Manggilingan.
Bahwa bangsa yang besar tidak akan pernah melupakan sejarah dan pahlawan nya pada masa lalu .pembentuk dan perumus Pancasila dan UUD 1945 yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa sejak sidang BPUPKI dan PPKI merupakan karya fenomenal yang flamboyan, dan merekalah pahlawan-pahlawan Kusuma Bangsa, tanpa mengharapkan imbalan, pangkat dan materi, kecuali demi bangsa dan negara yakni Indonesia.
Penulis adalah pemerhati sosial budaya, politik dan hukum, tinggal di Jakarta.
Komentar Terakhir